Puluhan Bayi Dijual ke Luar Negeri, Netty Serukan Penguatan Perlindungan Ibu dan Anak

Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher. Foto : Ist/Andri
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher mengecam keras praktik keji perdagangan bayi yang diungkap Polda Jawa Barat. Menurutnya, adanya praktik kejahatan kemanusiaan ini mencerminkan lemahnya sistem perlindungan terhadap bayi, ibu rentan, dan perempuan yang mengalami tekanan sosial maupun ekonomi.
“Negara harus menyelesaikan persoalan ini secara tuntas dan tidak boleh ada pengabaian,” ujar Netty dalam pernyataan resminya yang diterima Parlementaria di Jakarta, Senin (21/7/2025).
Dalam kasus tersebut, terungkap bahwa sindikat telah menjual sedikitnya 24 bayi, bahkan beberapa di antaranya sejak masih dalam kandungan, yang dikirim ke luar negeri dengan harga antara Rp11 juta hingga Rp16 juta.
"Praktik keji ini merupakan puncak gunung es dari berbagai persoalan struktural seperti kemiskinan, kurangnya edukasi kesehatan reproduksi, lemahnya perlindungan sosial bagi ibu hamil di luar nikah, dan celah hukum yang dimanfaatkan oleh pelaku sindikat TPPO," imbuh Netty.
Lebih lanjut, Politisi Fraksi PKS ini mengatakan ketika perempuan hamil maka dirinya dalam kondisi rentan, baik akibat tekanan ekonomi, kekerasan seksual, atau ditinggalkan pasangan. Di sisi lain, dirinya tidak mendapat perlindungan dan pilihan hidup yang aman. “Maka mereka sangat mudah untuk dimanipulasi menjadi target empuk jaringan perdagangan manusia,” jelasnya.
Oleh karenanya, Netty meminta pemerintah agar menguatkan sistem deteksi dini dan pelacakan terhadap praktik adopsi ilegal dan jual-beli bayi. "Perluas layanan perlindungan sosial dan shelter aman bagi perempuan hamil tanpa dukungan, termasuk remaja putri yang menjadi korban kekerasan seksual," katanya.
"Berikan edukasi kesehatan reproduksi dan perlindungan hukum kepada perempuan dan keluarga, terutama di daerah-daerah miskin dan padat penduduk," tambahnya.
Selain itu, kata Netty, pemerintah perlu melibatkan masyarakat sipil, ormas, dan lembaga keagamaan dalam memberikan pendampingan moral dan psikososial bagi ibu dan anak yang rentan.
“Negara harus hadir, bukan hanya menindak setelah kejahatan terjadi, tapi mencegah sejak awal dengan pendekatan perlindungan dan pemberdayaan,” tegasnya.
Netty menegaskan bahwa pihaknya akan terus mendorong hal-hal berikut, Pertama, akan terus melanjutkan advokasi kebijakan perlindungan ibu dan anak. Kedua, mendorong peningkatan anggaran layanan sosial di daerah-daerah dengan angka kemiskinan tinggi.
Ketiga, mengedukasi dan menggerakan peran kader-kader di berbagai wilayah untuk menjadi mata dan telinga deteksi dini kasus-kasus TPPO. “Anak bukan komoditas. Ia adalah amanah dan masa depan bangsa. Negara harus menjamin hidup dan martabat setiap bayi Indonesia, sejak dalam kandungan hingga tumbuh dewasa,” pungkasnya. (rnm/rdn)